Senin, 28 Februari 2011

Mesin Gerinda


Mesin Gerinda di Industri
1.Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan mesin gerinda :
1. dapat mengerjakan benda kerja yang telah dikeraskan.
2. dapat menghasilkan permukaan yang sangat halus (N6).
3. dapat mengerjakan benda kerja dengan tuntutan ukuran yang sangat presisi.
2. Dalam memilih perkakas yang digunakan untuk memotong kayu, kita memiliki 2 pilihan yaitu mesin gergaji jigsaw atau mesin gergaji circular. Dari prinsip kerja, kedua mesin ini berbeda di mana mata gergaji jigsaw bergerak naik turun memotongnya sedangkan gergaji circular menggunakan mata berupa piringan yang berputar ketika memotong. Perkakas mesin mana yang sesuai untuk anda? Mari kita lihat kelebihan dan kekurangan kedua mesin ini.
Mesin Gergaji Jigsaw Kelebihan Mesin Gergaji Jigsaw
- Dapat bergerak ke kiri - kanan atau zigzag dan melingkar.
- Daya listrik mesin umumnya lebih kecil dibandingkan gergaji circular.
- Selain untuk kayu dapat juga digunakan untuk memotong material lain seperti : besi, pvc, akrilik, dan lain-lain, tergantung dari jenis mata pisau yang digunakan.
- Umumnya memiliki berat yang relatif lebih ringan dibandingkan gergaji circular.
- Posisi benda kerja tidak harus hanya di meja kerja yang datar saja, sehingga masih memungkin digunakan untuk memotong benda di tempat atau posisi yang lain.
Kelemahan Mesin Gergaji Jigsaw
- Bila digunakan untuk memotong secara lurus dan cukup panjang, dan berulang-ulang maka penggunaan mesin ini memakan waktu yang lebih lama di bandingkan circular.
- Mata pisau lebih cepat mudah patah, sehingga frekuensi penggantian mata lebih cepat dibandingkan dengan gergaji circular.

3.  Jenis Pemotong Fris
Mesin fris mampu melakukan banyak jenis pekerjaan karena banyaknya jenis pahat yang tersedia. Terdapat tiga desain umum dari pemotong :
1. Pemotong Arbor. Pemotong ini mempunyai lubang dipusatnya untuk pemasangan pada bor.
2. Pemotong tangkai. Pemotong jenis mempunyai tangkai lurus atau tirus yang menjadi satu dengan badan pemotong. Pemotong dipegang oleh spindel.
3. Pemotong muka. Pemotong ini dibaut atau dipegang pada ujung arbor pendek dan biasanya dipakai untuk memfris permukaan rata.
Asyari Daryus - Proses Produksi II Universitas Darma Persada - Jakarta 98
4.Cara Penggunaan Mesin Bor Tangan
- Siapkan benda yang akan dibor dan gambarilah tempat / titik yanng akan
Dibor.
-         Letakkan benda kerja di atas bangku kerja, hasil pemboran akan baik jika bagian bawah benda tidak terkoyak.
-         Berilah alas ( ganjal ) pada benda bagian bawah supaya hasil pemboran bagian bawah benda tidak terkoyak.
-         Pastikan mesin bor dalam keadaan siap pakai.
-         Peganglah mesin bor pada tangkai pemegangnya ( mesin dalam keadaan “OF” ), hubung kabel ke sumber arus listrik.
-         Paskan ( tepatkan ) ujung mata bor tepat pada titik yang akan dibor, untuk menghendaki pemboran tegak lursus maka atur agar supaya mata bor tegak lurus terhadap benda kerja.
-         Hidupkan mesin bor hingga putaran penuh.
-         Tekanlah mesin bor dengan tekanan sperlunya.
-         Untuk mengebor kayu yang keras, maka tekanan tusukan bor dilakuakan secara bertahap.
-         Teruskan pengeboran hingga pada ukran kedalaman yang diinginkan. Pemboran sudah selesai, matikan mesin dan letakkan pada tempat yang aman.

5. Las listrik dengan elektroda berselaput Las listrik ini menggunakan elektroda berelaput sebagai bahan tambahan. Busur listrik yang terjadi di antara ujung elektroda dan bahan dasar akan mencairkan ujung elektroda dan sebagaian bahan dasar. Selaput elektroda yang turut terbakar akan mencair dan menghasilkan gas yang melindungi ujung elekroda kawah las, busur listrik terhadap pengaruh udara luar. Cairan selaput elektroda yang membeku akan memutupi permukaan las yang juga berfungsi sebagai pelindung terhadap pengaruh luar. Perbedaan suhu busur listrik tergantung pada tempat titik pengukuran, missal pada ujung elektroda bersuhu 3400° C, tetapi pada benda kerja dapat mencapai suhu 4000° C.

Transportasi dan Penugasan


Transportasi dan Penugasan
Dalam transportasi dan penugasan terdapat dua masalah yaitu masalah maksimasi dan masalah minimasi.
1 Masalah Minimasi. Menurut Media Anugerah Ayu (1996), masalah ini dapat diselesaikan melalui beberapa cara, antara lain:
1. Ditentukan nilai terkecil dalam setiap baris, lalu mengurangkan semua nilai dalam baris tersebut dengan nilai terkecilnya.
2.Diperiksa apakah setiap kolom telah mempunyai nilai nol, bila sudah dilanjutkan kepada langkah selanjutnya bila belum maka dialkukan penentuan nilai terkecil dari setiap kolom yang belum mempunyai nilai nol, kemudian nilai pada setiap kolom tersebut dikurangkan dengan nilai terkecilnya.
3. Ditentukan apakah terdapat n elemen nol dimana tidak terdapat dua nilai nol yang berada pada baris/kolom yang sama, dimana n adalah jumlah kolom/baris. Jika ada, maka tabel tersebut telah optimal, jika belum maka dilanjutkan langkah selajuntnya.
4. Dilakukan penutupan semua nilai nol dengan menggunakan garis vertikal/horizontal seminimal mungkin.
5. Ditentukan nilai terkecil dari nilai-nilai yang tidak tertutup garis, lalu semua nilai yang tidaak tertutup garis dikurangkan dengan nilai terkecil tersebut, dan nilai yang tertutup oleh dua garis ditambahkan dengan nilai terkecil tersebut.
6. Kembali ke langkah tiga.
2 Masalah Maksimasi.
Menurut Media Anugerah Ayu (1996), masalah ini dapat diselesaikan melalui beberapa cara antara lain :
1. Ditentukan nilai terbesar dalam setiap baris, lalu mengurangkan semua nilai dalam baris tersebut dengan nilai terbesarnya.
2. Diperiksa apakah setiap kolom telah mempunyai nilai nol, bila sudah dilanjutkan kepada langkah selanjutnya bila belum maka dialkukan penentuan nilai terbesar dari setiap kolom yang belum mempunyai nilai nol, kemudian nilai pada setiap kolom tersebut dikurangkan dengan nilai terkecilnya.
3. Ditentukan apakah terdapat n elemen nol dimana tidak terdapat dua nilai nol yang berada pada baris/kolom yang sama, dimana n adalah jumlah kolom/baris. Jika ada, maka tabel tersebut telah optimal, jika belum maka dilanjutkan langkah selajutnya.
4. Dilakukan penutupan semua nilai nol dengan menggunakan garis vertikal/horizontal seminimal mungkin.
5. Ditentukan nilai terbesar dari nilai-nilai yang tidak tertutup garis, lalu semua nilai yang tidaak tertutup garis dikurangkan dengan nilai terbesar tersebut, dan nilai yang tertutup oleh dua garis ditambahkan dengan nilai terbesar tersebut.
6. Kembali kelangkah tiga. Menurut Hari Purnomo, (2004) pemodelan transportasi adalah masalah pendistribusian sejumlah produk atau komoditas dari beberapa sumber distribusi (supply) kepada beberapa daerah tujuan (demand) dengan berpegang pada prinsip biaya disrtibusi minimal. Selain untuk mencari biaya distribusi minimal, pemodelan transportasi juga dapat digunakan untuk mencari perolehan/pendapatan maksimal dari strategi distribusi komoditi yang mempunyai keuntungan tertentu.
Persoalan transportasi memiliki ciri-ciri khusus antara lain sebagai berikut:
1. Terdapat sejumlah sumber sebagai pusat distribusi dan sejumlah tujuan tertentu.
2. Jumlah komoditas atau barang yang didistribusikan dari setiap sumber dan yang diminta oleh setiap tujuan, besarnya tertentu.
3. Produk yang dikirim atau diangkut dari suatu sumber ke suatu tujuan besarnya sesuai dengan permintaan atau kapasitas sumber.
4. Ongkos pengangkutan dari suatu sumber ke suatu tujuan besarnya tertentu.
5. Kapasitas sumber harus sama dengan kapasitas tujuan, jika tidak sama maka harus disamakan dengan jalan menambah dummy pada kapasitas sumber.

Metode Penyelesaian Masalah Transportasi

Didalam menyelesaikan persoalan transportasi, dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.

Langkah I Menentukan Solusi Awal
.
Yang dimaksud dengan menentukan solusi awal adalah solusi perantara yang belum menunjukan solusi optimal. Sedang untuk mendapatkan solusi optimal harus dilakukan tahapan lanjut yang sama sekali berbeda dengan tahapan seperti tahapan yang telah dilakukan. Mencari solusi awal dapat dilakukan dengan metode-metode sebagai berikut:

a. Metode Pojok Kiri Atas (North West Corner) Metode ini didasarkan pada aturan atau pengalokasian normatif dari persediaan dan kebutuhan sumber dalam suatu matriks bisya transportasi tanpa perhitungan besar-besaran ekonomis. Aturan normatif tersebut yakni membebani semaksimal mungkin sampai batas maksimum persediaan atau kebutuhan (mana yang tercapai lebih dahulu) pada matriks alokasi pada ujung kiri atas terus menuju kekanan bawah sedemikian hingga seluruh kebutuhan akan sumber dapat terpenuhi.
b. Metode Ongkos Terkecil (Least Cost) Berbeda dengan metode pojok kiri atas yang tidak mempertimbangkan faktor ongkos, metode ongkos terkecil memberikan prioritas pengalokasian pada sel yang mempunyai ongkos terkecil.
c. Metode Pendekatan Vogel (Vogel’s Approximation Method/VAM) Metode ini merupakan metode terbaik dari kedua metode diatas. Penerapan metode ini walaupun tidak selalu menghasilkan pemecahan optimum akan tetapi dapat menghasilkan pemecahan yang optimal. Langkah pengerjaan metode VAM adalah dengan menentukan penalti yaitu selisih dua ongkos terkecil dari tiap kolom dan baris. Pilih penalti yang terbesar, alokasikan sebanyak mungkin kapasitas sumber atau kebutuhan pada sel yang mempunyai ongkos terkecil dari setiap baris dan kolom sedangkan untuk baris dan kolom dengan kapasitas sumber yang mempunyai nilai nol tidak dilakukan perhitungan penalty.

Langkah II Melakukan Optimasi
Tahapan-tahapan yang sudah dilalui diatas bukanlah solusi akhir yang dicari, tetapi hanya kondisi yang relatif optimal sehingga kita dapat lebih mudah mengurangi perhitungan-perhitungan interatif. Untuk mencari solusi optimal terdapat suatu terminologi penting didalam tahapan ini yaitu loop akan kita peroleh dari suatu kondisi yang lebih optimal. Adapun langkah-langkah dalam optimasi adalah sebagai berikut.
a). Pilih salah satu penyelesaian awal seperti langkah I
b). Tentukan nilai Ui dan Vj untuk baris dan kolom dengan mengawali U1 = 0.
Tentukan Ui dan Vj sisanya dengan menggunakan persamaan :
Ui + Vj = Cij. Perhitungan hanya pada sel-sel yang teralokasi kapasitas sumber atau kebutuhan.
c). Tentukan nilai tij untuk sel-sel yang tidak teralokasi kapasitas sumber atau kebutuhan dengan menggunakan nilai Ui dan Vj dengan formula :
tij = Ui + Vj – Cij
d). Jika semua nilai tij adalah nol atau negatif, solusi optimal telah dicapai. Jika nilai tij adalah positif terbesar kemudian solusi dilakukan seperti pada langkah e.
e). Identifikasi suatu putaran tertutup yang diawali dari sel yang mempunyai nilai tij terbesar, alternatif gerakan bisa ke atas, ke bawah, ke kiri atau ke kanan menuju ke sel terisi kapasitas sumber atau kebutuhan kembali pada sel tij awal.
f). Tandai putaran tertutup dari sel tij dengan tanda positif kemudian berturut-turut bergantian tanda pada sel-sel yang terkena rute perpindahan, sel yang bertanda negatif dilakukan pengurangan dan yang bertanda positif dilakukan penambahan terhadap kapasitas sumber atau kebutuhan yang terpilih.
g). Ulangi pada langkah b, sampai nilai tij sama dengan nol atau negatif.
Persoalan transportasi membahas masalah pendistribusian suatu komoditas atau produk dari sejumlah sumber (supply) kepada sejumlah tujuan (destination, demand), dengan tujuan meminimumkan ongkos pengangkutan yang terjadi (Dimyati, 1994).

Pengetahuan Bahan



2.1.            Uji Kekerasan Logam
Berikut akan dijelaskan tentang percobaan uji kekerasan dengan cara mekanis statis dan mekanis dinamis.
2.1.1    Percobaan uji kekerasan
            Percobaan kekerasan (Hardness Test) yang akan dilakukan adalah percobaan kekerasan dengan cara mekanis statis (bukan mekanis dinamis) dan itu meliputi cara-cara Rockwell, Brinell dan Vickers.
            Ketiga cara tersebut diatas didasarkan pada cara penekanannya(indentation) suatu benda yang tidak terdeformasi kedalam permukaan logam yang diuji (specimen) kekerasannya, sehingga akan terjadi suatu bekas penekanan(lekukan) yang kemudian dijadikan dasar untuk penilaian kekerasannya, penekanan dilakukan sampai lekukan yang bersifat tetap. Logam yang akan diuji akan lebih keras bila bekas yag terjadi lebih kecil.

2.1.2    Tujuan praktikum kekerasan logam :
“ Untuk mengetahui kekerasan suatu logam, yaitu tahanan yang diberikan oleh logam yang diuji terhadap tekanan benda keras lain yang tidak terdeformasi, supaya tidak terdeformasi secara tetap (deformasi plastis)”.

2.1.3    Cara Uji Kekerasan Rockwell
            Cara Rockwell ini juga didasarkan kepada penekanan sebuah indentor dengan suatu gaya tekan tertentu kepermukaan yang rata dan bersih dari suatu logam yang diuji kekerasannya. Setelah gaya tekan dikembalikan ke gaya minor maka yang dijadikan dasar perhitungan untuk nilai kekerasan Rockwell bukanlah hasil pengukuran diameter ataupun diagonal bekas lekukan tetapi justru”dalamnya bekas lekukan yang terjadi itu. Inilah kelainan cara Rockwell dibandingkan dengan cara pengujian kekerasan lainnya.
            Pengujian Rockwell yang umunya biasa dipakai ada ke jenis yaitu HRA, HRB, dan HRC. HR itu sendiri merupakan suatu singkatan dari kekerasan Rockwell atau Rockwell Hardness Number dan kadang-kadang disingkat dengan huruf R saja.
            Perincian selanjutnya dapat dilihat pada mata kuliah Metalurgi Fisik ataupun ilmu-ilmu material lainnya. Pada praktikum ini yang akan dilakukan adalah mengetahui bagaimana cara mendapatkan nilai kekerasan dari suatu logam melalui uji kekerasan HRB dan HRC. Untuk mendapatkan nilai HRB harus menggunakan sebuah indentor berupa bola baja yang disepuh dengan ukuran Ø 1/16” dan ini digunakan untuk jenis logam yang tidak mendapatkan perlakuan pengerasan sebelumnya (sepuh) dan untuk semua jenis non-ferrous dalam kondisi padat. Sedangkan untuk mendapatkan nilai HRc digunakan sebuah indentor berupa kerucut diamond yang memiliki sudut  puncak 120° yang ujungnya dibundarkan dengan jari-jari 0,2 mm dan dipakai untuk menentukan kekerasan serta jenis-jenis logam lainnya yang keras. Kerucut diamond biasanya disebut juga “brale”.
Bahan-bahan atau perlengkapan yang dipakai untuk pengujian kekerasan Rockwell adalah sebagai berikut :
1.      Mesin Pengujian kekerasan Rockwell
2.      Indentor (penetrator) berupa bola baja berukuran Ø  1/16” dan kerucut diamond 120°
3.      Mesin gerinda
4.      Ampelas kasar dan halus
5.      Benda uji (Test Specimen)

a.         Cara Pengunaan Mesin Uji Kekerasan Rockwell
            Mesin Uji Kekerasan Rockwell (Rockwell Hardness Test) harus dipelajari dulu oleh masing-masing praktikan secara seksama. Mesin yang ada merupakan mesin yang digunakan untuk uji Rockwell HRA, HRB, HRC, HRD, HRF dan HRG, selanjutnya sebelum dimulai pengujian praktikan harus memasang indentor terlebih dahulu sesuai dengan jenis pengujian yang diperlukan baik itu indentor bola baja maupun kerucut diamond. Setelah terpasang baru praktikan meletakan Specimen  yang akan diuji kekerasannya ditempat yang tersedia dan menyetel beban yang akan digunakan untuk proses penekanan. Untuk nilai kekerasannya praktikan dapat melihat pada jarum yang terpasang pada alat ukur berupa dial indicator pointer. Untuk prosedur praktikum selanjutnya dapat ditanyakan langsung pada Asisten.

2.1.4    Cara Uji Kekerasan Brinell
            Cara Uji Brinell dilakukan dengan penekanan sebuah bola baja yang terbuat dari baja Chrom yang telah dikeraskan dengan diameter tertentu, oleh suatu gaya tekan secara statis ke dalam  permukaan logam yang diuji tanpa sentakan . permukaan logam yang harus diuji harus rata dan bersih. Setelah gaya tekan ditiadakan dan bola baja dikeluarkan dari bekas lekukan, maka diameter paling atas dari lekukan tadi diukur secara teliti untuk kemudian dipakai untuk penentuan kekerasan logam yang diuji dengan menggunakan rumus :
                       
                                                BHN =               2P                
                                                              π  [(D - √ ( D² - d² )]   
Dimana :
            P = Beban yang diberikan ( KP atau Kgf )
            D = Diameter indentor yang digunakan
            d = Diameter bekas lekukan
           
Kekerasan ini disebut kekerasan brinell yang biasa disingkat dengan HB atau BHN (Brinell Hardness Number). Bertambah keras logam yang diuji bertambah tinggi nilai HB.
Bahan-bahan atau perlengkapan yang digunakan untuk uji kekerasan Brinell adalah sebagai berikut :
1.       Mesin Uji kekerasan Brinell
2.       Bola baja untuk Brinell (Brinell Ball)
3.       Mikroskop pengukur
4.       Stop Wacth
5.       Mesin gerinda
6.       Ampelas kasar dan halus
7.       Benda Uji (Test Specimen)

a.         Mesin Percobaan Kekerasan Brinell       
            Mesin Uji Kekerasan Brinell (Brinell Hardness Test) harus dipelajari terlebih dahulu oleh masing-masing praktikan dan bila perlu mencatat hal-hal yang kiranya nanti diperlukan bagi pembuat laporan, misalnya sebagai berikut :
1.      Merek tipe, nomor seri, tahun pembuatan dan kemampuan mesin secara keseluruhan.
2.      Bagian-bagian utama dari mesin
3.      Gambar sketse mesin secara keseluruhan
4.      Cara-cara pemakaian mesin
Bila kita memakai bola baja untuk uji Brinell, biasanya yang terbuat dari baja Chrom yang telah disepuh atau ada juga Cementite Carbide, bola Brinell ini tidak boleh berdeformasi sama sekali disaat proses penekanan kepermukaan logam uji. Standar dari bola Brinell yaitu mempunyai Ø 10 mm atau 0,3937 in, dengan penyimpangan maksimal 0,005 mm atau 0,0002 in. Selain yang telah distandarkan seperti diatas terdapat juga bola-bola Brinell dengan diameter lebih kecil(Ø 5 mm, Ø 2.5 mm, Ø 2 mm, Ø 1 mm, Ø 0,65 mm) yang juga mempunyai toleransi-toleransi tersendiri. Misalnya untuk diameter 1 s/d 3 mm adalah lebih kurang 0,0035 mm, antara 3 s/d 6 adalah 0,0004 mm dan antara 6 s/d 10 mm. Karena penggunaannya tergantung pada gaya tekan (P) dan jenis logam yang diuji, maka praktikan harus dapat memilih diameter bola yang paling sesuai.

b.         Pelaksanaan Percobaan :
1.       Periksa dan persiapkan  specimen sehingga siap untuk diuji
2.       Periksa dan persiapkan mesin untuk dipakai
3.       Lakukan pemeriksaan pada pembebanan, diameter bola baja yang digunakan, dan alat pengukur waktu
4.       Bebaskan beban tekan dan keluarkan bola dari lekukan lalu pasang  alat optis untuk melihat bekas yang kemudian diameter bekas tadi diukur secara teliti dengan micrometer pada mikroskop. Pengukuran diameter ini untuk sebuah lekuk dilakukan dua kali secara bersilang tegak lurus dan baru dari dua nilai diameter yang diperoleh diambil rata-ratanya untuk kemudian dimasukan kedalam rumus brinell untuk memperoleh hasil kekerasan Brinellnya (HB).
5.       Lakukanlah proses pengujian sebanyak lima kali sehingga diperoleh nilai rata-rata dari uji Kekerasan Brinell tersebut.
6.       Yang perlu diperhatikan adalah jarak dari titik pusat lekukan baik dari tepi specimen maupun dari tepi lekukan lainnya harus paling kurang 2 dan 3/2 diameter lekukan.

2.1.5    Cara Uji Kekerasan Vickers
Cara vikers ini didasarkan kepada penekanan oleh suatu gaya tekan tertentu oleh sebuah indentor berupa pyramid diamond terbalik yang memiliki sudut puncak 136º kepermukaan logam yang diuji kekerasannya, dimana permukaan logam yang diuji ini harus rata dan bersih.
            Setelah gaya tekan secara statis ini kemudian ditiadakan dan pyramid diamond dikeluarkan dari bekas yang terjadi (permukaan bekas merupakan segi empat karena pyramid merupakan pyramid sama sisi). Maka diagonal segi empat bekas teratas diukur secara teliti untuk kemudian digunakan sebagai kekerasan logam yang diuji. Nilai kekerasan yang diperoleh sedemikian itu disebut kekerasan Vickers yang biasa disingkat dengan Hv atau HVN(Vickers Hardness Number).
Bahan-bahan atau perlengkapan yang biasa digunakan untuk uji kekerasan Vickers adalah sebagai berikut :
1.      Mesin percobaan Kekerasan Vickers
2.      Indentor pyramid Diamond
3.      Mikroskop pengukur diagonal bekas
4.      Stopwatch
5.      Mesin Gerinda
6.      Ampelas kasar dan halus
7.      Benda uji (Test Specimen)

a.         Mesin percobaan uji kekerasan Vickers
            Mesin percobaan kekerasan vickers harus dipelajari dulu oleh masing-masing praktikan. Maka dari hal yang penting dipelajari adalah bagaimana menggunakan alat Uji Kekerasan vickers ini, dalam hal ini memasang indentor pyramid diamond, meletakan specimen ditempatnya, menyetel beban yang terjadi seteliti mungkin.

2.1.6    Teknis Pembuatan Laporan Percobaan Kekerasan
Sebagaimana laporan-laporan praktikum lainnya, maka laporan percobaan kekerasan ini harus didasarkan kepada data-data yang diperoleh pada waktu pelaksanaan praktikum yang disesuaikan dengan teori-teori dalam kuliah metalurgi fisik, material teknik dan literatur pendukung lainnya. Hal-hal yang harus terdapat dalam laporan selain dari yang dianggap perlu oleh masing-masing praktikan harus sesuai dengan aturan yang ada.


SPESIFIKASI ALAT UJI KEKERASAN ROCKWELL
LABORATORIUM MATERIAL TEKNIK & PENGECORAN LOGAM
JURUSAN TEKNIK MESIN, FTI-UNIVERSITAS GUNDARMA

Nama alat        : Rockwell Hardness Tester
Merk                : AFFRI Serie 206.RT – 206.RTS
Loading           : Maximum 150 KP
                          Minimum 60 KP
Spesifikasi       : HRc Load     : 150 KP
                          Indentor        : Kerucut Diamond 120º
                          HRB Load     : 100 KP
                          Indentor        : Steel Ball Ø 1/16”
                          HRA Load     : 60 KP
                          Indentor        : Kerucut Diamond 120º
                          HRD Load     : 100 KP
                          Indentor        : Diamond 120º
                          HRF Load      : 60 KP
                          Indentor        : Steel Ball Ø 1/16”
                          HRG Load     : 150 KP
                          Indentor        : Steel Ball Ø 1/16”










 















Tampak Depan                                                                   Tampak Samping
Gambar 2.2 Alat Uji Kekerasan Rockwell Tampak Depan dan Tampak Samping.

2.2       Percobaan Metalographi
            Metalografi adalah suatu pengetahuan yang khusus mempelajari struktur logam mekanisnya. Dalam metalografi dikenal pengujian makroskopi dan dan pengujian mikroskopi. Bila pengujian mikroskop dilakukan dengan mata telanjang atau kaca pembesar, maka pada pengujian mikroskopi menggunakan suatu alat yaitu mikroskop optis bahkan mikroskop elektron. Pembesaran dengan cara pertama biasanya dibawah 10 kali sedangkan pembesaran cara kedua sampai ratusan bahkan ribuan kali.
Praktikan harus melakukan pengujian mikroskopi dari baja-baja yang telah mengalami heat treatment maupun yang belum mengalaminya dengan menggunakan mikroskop optis sehingga akan diperoleh gambar-gambar struktur logam yang bersangkutan untuk kemudian diteliti lebih lanjut hubungan antara gambar-gambar mikrostruktur tersebut dengan sifat-sifat baja. Dimana tiap regu praktikan wajib memberikan analisanya berikut penjelasannya.
Bahan-bahan atau perlengkapan untuk percobaan metalografi :
1.      Grinding Belt
2.      Kertas Ampelas dan pemegangnya
3.      Metallographic Polishing Table
4.      Bejana untuk etching reagents
5.      Etching reagents
6.      Mikroskop Metalurgi
7.      Camera
8.      Film
9.      Printing papers
10.  specimen atau benda uji

a.  Grinding belt dan Kertas Ampelas
     Grinding belt digunakan untuk pengosokan kasar permukaan speciment yang dilanjutkan dengan kertas ampelas no.400. setelah itu pengosokan halus dengan kertas ampelas no.600, 800, 1000, dan terakhir no.1200.
b.  Metallographic Polishing Table
     Metallographic polishing Table yaitu sebuah mesin poles yang digunakan untuk lebih memperhalus permukaan yang telah mengalami penggosokan halus dengan berbagai macam no. Ampelas. Mesin ini mempunyai sebuah piringan yang mana diatasnya terdapat semacam kain buludru. Bila proses polishing dilakukan harus menggunakan obat asah (polishing abrasive) agar betel-betel diperoleh permukaan yang halus tanpa cacat.
c.   Bejana dan Etching reagents
     Bejana diperlukan untuk tempat etching reagent (echant) yang akan digunakan bagi pekerja ”etsa” permukaan specimen yang telah mengalami polishing. Meng-etsa(etching) dengan etching reagent (bahan etsa) dilakukan sehingga diperoleh gambaran yang nyata dari permukaan specimen, sehingga dalam keadaan siap diletakan dibawah mikroskop.
d.  Mikroskop Optis
     Mikroskop Optis digunakan untuk memperbesar gambaran yang nyata permukaan specimen yang telah mengalami etching, sehingga dapat dilihat secara jelas sekali struktur logam (specimen) yang pembesarannya bagi mikroskop optis dari 50 X sampai 400 X. Jelas atau tidaknya gambar struktur yang diperoleh bergantung sekali baik kepada index pembesaran mikroskop dan numerical apertu lensa objektif yang digunakan.
e.   Camera (alat potret)
      Camera digunakan untuk memotret gambar struktur yang sedang terlihat dibawah mikroskop, sehingga camera ini harus dapat dipasang pada mikroskop untuk dapat melakukan pemotretan mikro struktur dengan mudah dan cepat.

2.2.1    Pelaksanaan Pemeriksaan Metalografi :
  1. Untuk memperoleh permukaan specimen yang memenuhi syarat agar dapat diteliti dibawah mikroskop maka diperlukan kegiatan-kegiatan persiapan specimen berikut :
    1. Memotong, menggerinda serta membuat mounting untuk memudahkan proses penggosokan. Untuk langkah pertama setelah proses mounting, penggosokan menggunakan ampelas no.400 dalam satu arah pada permukaan baja yang akan diteliti keadaan strukturnya.
    2. Menggosok kasar lanjutan permukaan baja tersebut dengan kertas ampelas no.600 dengan arah lurus arah penggosokan pertama(arah kedua).
    3. Penggosokan halus permukaan tersebut dengan kertas ampelas no.800 dengan arah sama dengan arah pertama.
    4. Penggosokan halus permukaan dengan ampelas no.1000 dan dilanjutkan dengan no.1200 dengan arah sama dengan arah penggosokan kasar lanjut.
    5. Memoles permukaan tersebut pada mesin poles denga menggunakan obat poles agar permukaan benda uji bebas dari cacat serta permukaan mengkilat, licin dan bersih.
    6. Setelah selesai dan dirasa cukup barulah benda benda kerja siap untuk dilihat struktur mikronya dibawah mikroskop optis.
  2. Mengetsa permukaan  yang telah memenuhi syarat tersebut dengan bahan etsa yang ditentukan
  3. Meletakan permukaan yang telah dietsa tersebut dibawah mikroskop optis dengan pembesaran 100 hingga 400 kali.
  4. Memotret atau melukis struktur mikro yang terlihat dibawah mikroskop
  5. Setelah diperoleh hasil struktur mikro maka praktikan harus menganalisanya.

2.2.2    Teknis Pembuatan Laporan Percobaan Metalografi:
     Hal-hal yang perlu dipehatikan dalam laporan setiap praktikan, yaitu:
1.     Urutan-urutan kerja secara skematis sejak mempersiapkan benda kerja hingga selesai.
2.     Tujuan dan pergertian dari pada microscopic examination serta bedanya dengan macroscopic examination.

SPESIFIKASI METALLURGICAL MICROSCOPE
LABORATORIUM MATERIAL TEKNIK & PENGECORAN LOGAM
JURUSAN TEKNIK MESIN, FTI- UNVERSITAS GUNDARMA .

Tyepicce                      : NWF 10 X
Objective                     : MSFX, MF 10 X, MF 20 X, MF 40 X.
Viewing Head             : Binocular body complete with aperture and field
                                     diaphragms, filter slots and bulb cord, Uses EL-38(8V,
                                      15W) tungsten filament bulb.
Mechanical Stage        : Graduated 150 x 160 mm in size 30 x 30 mm cross motion,
                                      Reading to 0,1 mm by vernier, provided with low position
                                      Stage controls.
Focusing control         : Stage height is adjustable by the control knob and fixed by
                                      locking knob, fine controls are workable in arrange of 2mm
Photo Mechanic          : Optical path selector for visual observation and photografi,
                                      built in reflecting mirror and camera port.
Polarizing filters          : Built-in slideway,complete with analyzer, rotatable through
                                      0 – 9 º  , and polarizer filter.
Microscope                  : Inverrted stand, complete with built-in plane glass reflector
                                      built in power supply transformer, variabel light intensity
                                      control, out put sockets.
Color filters                 : Green filter for visual observation and monochromaticfilm  photografi, and blu filter for color photography.




2.3       Percobaan Uji Impact Charpy
2.3.1    Tujuan Praktikun Uji Impact Charpy
            Tujuan praktikum uji impact charpy adalah untuk mengetahui kegetasan atau keuletan suatu bahan (specimen) yang akan diuji dengan cara pembebanan secara tiba-tiba terhadap benda yang akan diuji secara static. Dimana benda uji dibuat takikan terlebih dahulu sesuai dengan standar JIS Z2202 dan hasil pengujian pada benda uji tersebut akan terjadi perubahan bentuk seperti bengkokan atau patahan sesuai dengan keuletan atau kegetasan terhadap benda uji tersebut.

2.3.2    Percobaan Uji Impact Charpy
            Pada percobaan uji impact charpy (impact test) yang akan dilakukan adalah percobaan dengan cara pembebanan secara tiba-tiba terhadap benda uji yang akan diuji secara static. Dimana pada benda uji dibuat takikan terlebih dahulu sesuai dengan standar JIS Z2202.

2.3.3    Perlengkapan Pengujian Impact Charpy
            Perlengkapan yang dipakai untuk pengujian impact charpy adalah sebagai berikut :
1.      Alat uji impact tipe charpy.
2.      Benda uji (test specimen)

2.3.4    MESIN UJI BENTUR (IMPACT).
            Mesin uji bentur adalah mesin uji untuk mengetahui harga impak suatu bahan yang diakibatkan oleh gaya kejut pada bahan uji tersebut. Tipe dan bentuk konstruksi mesin uji bentur beranekaragam mulai dari jenis konvesional sampai dengan system digital yang lebih maju.
            Dalam pembebanan statis dapat juga terjadi laju deformasi yang tinggi kalau bahan diberi takikan, makin tajam takikan makin besar deformasi yang terkonsetrasikan pada takikan, yang memungkinkan meninggkatkan laju regangan beberapa kali lipat.
Patah getas menjadi permasalahan penting pada baja dan besi. Pengujian impact charpy banyak dipergunakan untuk menentukan kualitas bahan. Benda uji takikan berbentuk V yang mempunyai keadaan takikan 2 mm banyak dipakai.
Dasar pengujian
            Pada pengujian ini adalah suatu bahan uji yang ditakik, dipukul oleh pendulum (godam) yang mengayun. Dengan pengujian ini dapat diketahui sifat kegetasan suatu bahan. Cara ini dapat dilakukan dengan Charpy atau cara Izod.
Pengujian Charpy Dan Izod
            Pada pengujian kegetasan bahan dengan cara impact charpy, pendulumnya diarahkan pada bagian belakang takik dari batang uji. Sedangkan pada pengujian impact cara izod adalah pukulan pendulum di arahkan pada jarak 22 mm dari penjepit, dan takikannya menghadap pada pendulum.
Pengerjaan Benda Uji
            Permukaan benda uji pada impact charpy dan izod dikerjakan halus pada semua permukaan. Takikan dibuat dengan mesin frais atau alat Notch khusus takik. Semua dikerjakan menurut standar yang ditetapkan (JIS Z2202).

2.3.5    Prinsip Dasar Mesin Uji Impact
            Bila pendulum dengan berat G dan pada kedudukan h 1 dilepaskan, maka akan mengayun sampai kedudukan posisi akhir 4 pada ketinggian h 3 yang juga hampir sama dengan tinggi semula h 1 dimana pendulumnya mengayun bebas . pada mesin uji yang baik, skala akan menunjukan usaha lebih dari 0,05 kilogram (Kg m), pada saat pendulum mencapai kedudukan 4.
            Bila batang uji dipasang pada kedudukannya dan pendulum dilepaskan, maka pendulum akan memukul batang uji dan selanjutnya pendulum akan mengayun sampai kedudukan 3 pada ketinggian h 2. usaha yang dilakukan pendulum waktu memukul benda uji atau usaha yang diserap benda uji sampai patah yaitu:
W1 = G x h 1  (kg m)       
 
                         


Dan dapat juga dengan menggunakan persamaan berikut:
W1 = G x ג (1 – cos α)(kg m)
 
                                   


Dimana : W1  = usaha yang dilakukan (kg m)
                G   = berat pendulum (kg)
               h 1   = jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)
                ג    = jarak lengan pengayun (m)
          cos α   = sudut posisi awal pendulum

sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji adalah sebagai berikut :

W2 = G x h 2  (kg m)

Dan dapat juga dengan menggunakan persamaan berikut :
                       
W2 = G x ג (1 – cos β) (kg m)

Dimana : W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
                 G  = berat pendulum (kg)
                h 2  = jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)
                  ג  = jarak lengan pengayun (m)
            cos β = sudut posisi akhir pendulum

Besarnya usaha yang diperlukan untuk memukul patah benda uji adalah :
                                   
W =  W1 --W2  (kg m)

Dan dapat juga dengan menggunakan persamaan berikut :
                       
W = G x ג (cos β - cos α )    (kg m)

Dimana :  W = usaha yang diperlukan mematahkan benda uji (kg m)
               W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
               W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
                G  = berat pendulum (kg)
                ג   = jarak lengan pengayun (m)
          cos α  = sudut posisi awal pendulum
          cos β  = sudut posisi akhir pendulum

dan biasanya harga impact dapat digunakan persamaan berikut :
                        K =  W     (kg m / mm²)
                                Ao                          

Dimana :  K = nilai impact (kg m/ mm²)        
                W  = usaha yang diperlukan mematahkan benda uji (kg m)
                Ao  = luas penampang dibawah takikan (mm²)      



2.3.6    ALAT UJI IMPACT TIPE CHARPY KAPASITAS 85 JOULE
Alat uji impact tipe charpy merupakan suatu alat uji yang digunakan untuk mengukur kegetasan dan keuletan pada benda uji dengan standar JIS Z2202. berat pendulum yang digunakan pada alat uji impact tipe charpy ini 8 kg dan lebih panjang lengan pengayun 600mm. Pada alat ini menghasilkan besar energi (W1) pada setiap sudut waktu mematahkan benda uji dan sisa usaha (W2) setelah mematahkan benda uji.

2.3.7    Spesifikasi Alat Uji Impact tipe Charpy
            Adapun spesifikasi alat uji impact tipe charpy ini adalah sebagai berikut :
Type alat uji                                                                : Charpy
Kapasitas                                                                     : 85 J
Berat Godam (pendulum)                                           : 8 kg
Jarak titik ayun dengan titik pukul                             : 600mm
Posisi awal pemukulan                                                : 140 derajat
Sudut pisau pemukul                                                  : 30 derajat
Dimensi alat uji                                                           : 750 x 400 x 1000 mm
Standar bahan uji                                                        : Alumunium

Bagian Utama Alat Uji Impact Tipe Charpy
            Pada alat uji impact tipe charpy ini mempunyai beberapa bagian-bagian utama yang terdiri dari:
-          Badan alat uji impact
-          Pendulum
-          Lengan pengayun
-          Poros pengayun
-          Bearing
-          Tempat benda uji
-          Busur derajat dan jarum penunjuk
-          Pisau pemukul

2.3.8    Badan Alat Uji Impact
            Badan alat uji impact terbuat dari baja profil U 70 x 40 mm dengan tebal baja 5 mm. Sedangkan dimensi dari badan alat uji impact ini adalah 750 x 400 x 1000 mm. Proses pengerjaan yang dilakukan dalam pembuatan badan alat uji impact ini adalah proses penyambungan atau proses pengelasan. Badan alat uji impact berfungsi sebagai tempat dudukan dari bearing dan tempat benda uji.