Father's Love
Senin, 17 Juni 2013
Selasa, 12 Juni 2012
PENENTUAN SKENARIO ALOKASI SUMBERDAYA PERALATAN SEBAGAI USAHA PENINGKATAN KINERJA SISTEM MANUFAKTUR BERDASARKAN MODEL SIMULASI SISTEM DISKRIT BERBASIS KOMPUTER
1.
Model
Konseptual
Ada tiga konsep dasar yang harus
dipahami dalam kaitannya dengan simulasi sistem, yaitu sistem, model dan
simulasi itu sendiri. Pada umumnya literatur tentang model sepakat untuk
mendefinisikan “model” sebagai suatu representasi atau format dalam bahasa
tertentu dari suatu sisten nyata. Adapun sistem nyata adalah sistem yang sedang
berlangsung dalam kehidupan, sistem yang dijadikan titik perhatian dan permasalahan.
Model membantu memecahkan masalah sederhana ataupun kompleks dalam bidang
manajemen dengan memperhatikan beberapa bagian atau beberapa ciri utama
daripada memeprhatikan semua detail sistem nyata.
Model tidak mungkin berisikan semua
aspek sistem nyata karena banyaknya karakteristik sistem nyata yang selalu berubah
dan tidak semua faktor atau variabel relevan untuk dianalisis. Sistem
didefinisikan sebagai suatu koleksi entiti, misal manusia atau mesin, yang
bertindak dan berinteraksi bersama menuju penyelesaian dari beberapa logika
akhir sedangkan simulasi digunakan untuk membantu penyelesaian persoalan dalam
sistem yang sangat kompleks sehingga sangat sulit untuk diselesaikan secara
matematik. Simulasi
merupakan alat analsis numeris terhadap
model untuk melihat sejauh mana input mempengaruhi pengukuran output atas
performasi sistem.
Pemahaman yang utama adalah bahwa
simulasi bukan merupakan alat optimasi yang memberi suatu keputusan hasil namun
hanya merupakan alat pendukung keputusan (decision support system) dengan
demikian interpretasi hasil sangat tergantung kepada si pemodel. Aplikasi
simulasi dapat dilakukan pada beberapa permasalahan sistem, diantaranya: Desain
dan analisa sistem manufaktur, Evaluasi suatu senjata militer sistem baru atau
taktik, Penetapan kebijakan pemesanan dan sistem persediaan, Desain sistem
komunikasi, Desain dan operasi fasilitas transportasi, dan Analisa keuangan
atau sistem ekonomi
2.
Model Logika
Terlihat
bahwa sistem produksi dari produk Kopel kendaraan bermotor ini meruupakan
rangkaian proses permesinan yang dilakukan oleh alat/mesin perkakas pada tiap
prosesnya kecuali pada proses inspeksi-1 yang ditangani langsung oleh seorang
pekerja. Mesin perkakas yang digunakan dalam sistem produksi tersebut adalah
jenis bersifat manual (pada mesin Mill dan Gerinda) dan mesin perkakas yang
sudah menggunakan sistem semi otomatis ( pada mesin bubut dan mesin bor).
Namun, karena obyek sistem yang diamati merupakan system yang hanya memproduksi
satu jenis produk saja maka mesin – mesin perkakas yang digunakan untuk
memproduksi kopel hanya digunakan untuk memproduksi produk tersebut, sehingga
hanya membutuhkan kegiatan Set-up sekali saja, yaitu pada saat awal
berproduksi. Dan karena ketika proses loading dan unloading hanya
pada produk yang sama, sehingga waktu loading dan unloading untuk
setiap unit produknya tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Dalam
pengamatan yang dilakukan yang dilakukan waktu proses diasumsikan merupakan
gabungan dari waktu loading, waktu permesinan, dan waktu unloading.
Sedangkan waktu set-up, karena hanya dilakukan pada saat awal kondisi
inisial sistem, tidak akan disertakan. Asumsinya, ketika sistem produksi mulai
dijalankan, seluruh mesin perkakas sudah terset-up untuk produk kopel
ini, karena setiap mesin hanya akan menangani produk tersebut guna pemenuhan
perminataan produk yang konstan.
3.
Model
Simulasi
Beberapa bagian model simulasi yang
berupa istilah-istilah asing perlu dipahami oleh pemodel karena bagian-bagian
ini sangat penting dalam menyusun suatu model simulasi.
a.
Entiti (enttity)
Kebanyakan simulasi melibatkan
‘pemain’ yang disebut entiti yang bergerak, merubah status, memepengaruhi dan
dipengaruhi oleh entiti yang lain serta memperngaruhi hasil pengukuran kinerja
sistem. Entiti merupakan obyek yang dinamis dan simulasi. Biasanya entity
dibuat oleh pemodel atau secara otomatis diberikan oleh software simulasinya.
b. Atribut
(Attribut)
Setiap entiti memiliki ciri-ciri
tertentu yang membedakan antara satu dengan yang lainnya. Karakteristik yang
dimiliki oleh setiap entity disebut dengan atribut. Atribut ini akan membawa
nilai tertentu bagi setiap entiti. Satu hal yang perlu diingat bahwa nilai
atribut mengikat entiti tertentu. Sebuah part (entiti) memiliki atribut (arrival,
time, due date, priority, dan color) yang berbeda dengan part yang
lain.
c. Variabel
(variabel)
Variabel merupakan potongan
informasi yang mencerminkan karakteristik suatu sistem. Variabel berbeda dengan
atribut karena dia tidak mengikat suatu entiti melainkan sistem secara
keseluruhan sehingga semua entiti dapat mengandung variabel yang sama. Misalnya,
panjang antrian, batch size, dan sebagainya.
d. Sumber
daya (Resource)
Entiti-entiti seringkali saling
bersaing untuk mendapat pelayanan dari resource yang ditunjukkan oleh
operator, peralatan, atau ruangan penyimpangan yang terbatas. Suatu resouce dapat
grup atau pelayanan individu.
e. Antian
(Queue)
Ketika entiti tidak bergerak (diam)
hal ini dimungkinkan karena resource menahan (size) suatu entiti
sehingga entiti yang lain untuk menunggu. Jika resource telah kosong
(melepas satu entiti) maka entiti yang lain bergerak kembali dan seterusnya
demikian.
f. Kejadian
(Event)
Bagaimana sesuatu bekerja ketika
simulasi dijalankan? Secara sederhana, semuanya bekerja karena dipicu oleh
suatu kejadian. Kejadian adalah sesuatu yang terjadi pada waktu tertentu yang kemungkinan
menyebabkan perubahan terhadap atribut atau variabel. Ada tiga kejadian umum
dalam simulasi, yaitu Arrival (kedatangan), Operation (Proses), Departure
(entiti meninggalkan sistem), dan The End (simulasi berhenti).
g. Simulation
Clock
Nilai sekarang dari waktu dalam
simulasi yang dipengaruhi oleh variabel disebut sebagai simulation Clock. Ketika
simulasi berjalan dan pada kejadian tertentu waktu dihentikan untuk melihat
nilai saat itu maka nilai tersebut adalah nilai simulasi pada saat tersebut.
h. Replikasi
Replikasi mempunyai pengertian
bahwa setiap menjalankan dan menghentikan simulasi dengan cara yang sama dan
menggunakan set parameter input yang sama pula (‘identical’ part), tapi
menggunakan masukan bilangan random yang terpisah (‘independent’part) untuk membangkitkan
waktu antar-kedatangan dan pelayanan (hasil-hasil simulasi). Sedangkan panjang
waktu simulasi yang diinginkan untuk setiap replikasi disebut length of
replication.
4.
Analisis Simulasi
Dalam melakukan proses analisis
output hasil simulasi, harus ditentukan terlebih dahulu metode yang tepat untuk
menganalisisnya. Sebuah pilihan pendekatan, untuk menentukan metode analisis
yang tepat dari suatu model simulasi adalah dengan menilai tipe simulasi yang
ada. Berkenaan dengan metose analisis, maka simulasi dibedakan menjadi dua
jenis yaitu “Terminating Simulation” dan “Non-Terminating Simulation”
[6]. Perbedaan antara kedua tipe tersebut adalah ketergantungannya pada
kejelasan untuk menghentikan proses simulasi.
Simulasi yang merepresentasikan
sebuab mekanisme kejadian yang memiliki “initial condition” dapat
dikatakan sebagai sebuah simulasi yang bertipe “terminating”. Kondisi
inisial dapat dipahami sebagai sebuah kondisi dimana keadaan sistem akan di “Set-up”
seperti keadaan semula setiap akan melakukan simulasi Selain dari
karakteristik tersebut diatas, maka dua hal yang biasanya menjadi perhatian
dalam mengamati sebuah sistem selain cirri “terminating” dan “non-terminating”
adalah fase perubahannya yaitu fase “Transient” dan fase “Steady-State”
. Selain dari karakteristik tersebut diatas, maka dua hal yang biasanya
menjadi perhatian dalam mengamati sebuah sistem selain cirri “terminating” dan
“non-terminating” adalah fase perubahannya yaitu fase “Transient” dan
fase “Steady-State” .Menurut Hoover [3], dalam menganalisis hasil
simulasi perlu membedakan pengambilan data antara sistem yang masih berada
dalam fase “Transient” dan fase “Steady- State”. Perbedaan
antara ‘Transient” dan “Steady-State” dalam karakteristik sistem kadang
sulit dipahami dan membingungkan dengan pembedaan simulasi “Terminating” dan
“non-Terminating”. Akan tetapi pada kenyataannya sebagian besar sistem, “terminating”
dan “nonterminating” memiliki kondisi dalam fase “Steady-State”.
Dari kedua karakteristik diatas, maka
sistem produksi yang diamati oleh penulis memiliki karakteristik yang sesuai
dengan sistem nonterminating dimana proses yang terjadi pada suatu
sistem tidak dibatasi oleh waktu, artinya bahwa sistem produksi hanya
memerlukan satu kali kondisi inisial pada saat dimulai dan tidak
memerlukan re-inisialisasi kembali seperti halnya yang berlaku pada sistem
antrian sebuah bank yang akan selalu berada dalam kondisi inisial setiap pagi
hari. Untuk menganalisis output hasil simulasi sistem nyata dalam makalah ini,
penulis memilih metode analsis Pengelompokkan Nilai Rata-Rata atau Batching
Mean Methods . Pertimbangan penulis memilih metode ini adalah karena metode
Batching Mean Method lebih cocok dan dapat menghilangkan kecenderungan
bias yang dimiliki oleh metode-metode lain seperti metode replikasi, Metode Sequential
Batch ataupun Metode Regenerasi sistem. Dua masalah yang merupakan
kelemahan metode replikasi adalah biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk
komputasi pengulangan simulasi terutama pada system yang kompleks serta
penentuan rentang waktu selama simulasi berada pada fase transient. Metode
Pengelompokkan nilai Rata-rata berusaha mengurangi hal tersebut, tetapi tidak
menghilangkan kedua masalah tersebut. Dalam metode ini kita tidak melakukan
simulasi dalam jumlah replikasi yang banyak, melainkan hanya perlu satu
replikasi dengan rentang waktu simulasi yang panjang dan secara periodik
me-“reset” ukuran statistik yang dihasilkan dengan cara mengelompokkan dalam
suatu rentang waktu tertentu. Dalam proses me-“reset” ukuran-ukuran statistik
yang dihasilkan biasanya didasarkan pada unit waktu tertentu atau jumlah
kejadian definitif yang ada seperti jumlah antrian. Artinya sebagai contoh kita
dapat menggunakan dasar waktu simulasi sebagai satuan pengelompokkan ataupun
jumlah kejadian sebagai dasar pengelompokkan atau pembentukan “batch”.
Dalam menentukan “batch” antara proses “reset” ukuran statistik, maka
setiap interval “batch” tersebut harus memiliki interval waktu yang
cukup dan dalam setiap pengambilan ukuran statistik dari masing-masing interval
harus diusahakan sebagai proses yang independen dan sampel harus random. Oleh
karena itu sebelum diadakan pengambilan ukuran statistik dari masing – masing
interval sampel, harus terlebih dahulu di yakinkan bahwa masing-masing sampel
independen dan random. Alat uji yang digunakan adalah “Runs Test”
dan Uji Tanda/”Sign Test”. Langkah pertama dalam prosedur
analisis yang menggunakan metode batch mean adalah mengestimasikan
Panjang waktu simulasi minimal yang diperbolehkan sebelum diadakan pengambilan
data statistik dari hasil simulasi. Waktu minimal tersebut ditandai pada saat
sistem mulai berpindah dari fase Transient ke fase Steady-State.
Untuk mengestimasi kapan sistem memasuki fase Steady State, maka akan
digunakan metode grafis untuk menunjukkan perubahan keadaan sistem yang
diamati. Parameter yang akan digunakan adalah output rata-rata per jam. Artinya,
Sistem diasumsikan akan memasuki fase Steady-State saat parameternya,
yaitu output rata-rata/jam tidak mengalami perubahan yang berarti. Sebagai
langkah pertama sistem akan disimulasikan selama 24 jam sebanyak 15 replikasi
dan akan dilakukan pencacatan perkembangan jumlah output secara kumulatif
setiap jam. Dari Simulasi yang dilakukan, maka didapat hasil sebagai berikut
dibawah ini :
Dari gambar diatas dapat dijelaskan
bahwa parameter output ratarata/jam mulai dari jam ke-16 simulasi dijalankan
akan mengalami keadaan yang relatif konstan, yang pada akhirnya akan konstan
pada angka 7.22 unit/jam. Hal tersebut mengindikasikan, bahwa dari 15 kali
replikasi yang dilakukan, maka pada jam ke-16 model sistem akan memasuki fase Steady
State dimana probabilitas perubahan keadaannya relatif stabil. Untuk itu
penulis menentukan bahwa simulasi akan dijalankan selama 80 jam kerja atau
untuk 2 minggu periode produksi. Hal tersebut didasarkan bahwa selama waktu
tersebut kemungkinan besar sistem telah berada dalam kondisi Steady State.
Untuk ukuran batch ditentukan 4 jam. Tabel 5. dibawah menunjukkan ringkasan
hasil analisis model simulasi menggunakan metode Bacth Mean Dengan cara
yang sama maka untuk variabel-variabel lain selain tingkat output ratarata/ jam
dapat di tampilkan nilai hasil simulasi yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini
:
Perkembangan Program SML ISO 14001 di Indonesia
Seiring dengan perumusan Standar
Internasional ISO seri 14000 untuk bidang manajemen lingkungan sejak 1993, maka
Indonesia sebagai salah satu negara yang aktif mengikuti perkembangan ISO seri
14000 telah melakukan antisipasi terhadap diberlakukannya standar tersebut. Dalam
mengantisipasi diberlakukannya standar ISO seri 14000, Indonesia sudah aktif
memberikan tanggapan terhadap draf standar ISO sebelum ditetapkan menjadi
Standar Internasional. Hal ini dilakukan dengan pembentukan Kelompok Kerja
Nasional ISO 14000 oleh Bapedal pada tahun 1995 untuk membahas draf standar ISO
tersebut sejak tahun 1995. Anggota Kelompok Kerja tersebut berasal dari
berbagai kalangan, baik Pemerintah, Swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, maupun
pakar pengelolaan lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup (Bapedal pada waktu itu) dan
Badan Standardisasi Nasional (BSN) bekerjasama dengan Kelompok Kerja Nasional
ISO 14000 dan berbagai stakeholders sejak tahun 1995 mengkaji, menyebarkan
informasi, dan melakukan serangkaian kegiatan penelitian dan pengembangan
penerapan Sistem Manajemen Lingkungan. Berdasarkan hasil pembahasan dengan
“stakeholders” di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup menyadari potensi
penerapan Sistem Manajemen Lingkungan bagi peningkatan kualitas pengelolaan
lingkungan, peningkatan peran aktif pihak swasta dan promosi penerapan
perangkat pengelolaan lingkungan secara proaktif dan sukarela di Indonesia.
Pada tahun 1996-1998, serangkaian seminar, lokakarya,
penelitian dan proyek percontohan Sistem Manajemen Lingkungan telah diprakarsai
oleh Kementerian Lingkungan Hidup, bekerjasama dengan BSN dan berbagai pihak.
Rangkaian kegiatan tersebut dimaksudkan untuk menjadi investasi awal bagi
penerapan ISO 14001 di Indonesia dalam menumbuhkan sisi “demand” maupun
“supply” menuju mekanisme pasar yang wajar. Setelah itu, muncullah beberapa
penyelenggara pelatihan, jasa konsultasi, jasa sertifikasi dan
perusahaan-perusahaan yang menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan. Seiring dengan
tumbuhnya populasi para pemain dalam pasar penerapan ISO 14001 di Indonesia,
Kementerian LH selanjutnya lebih menfokuskan diri pada peran fasilitator dan
pembina kepada semua pihak dalam penerapan ISO 14001 di Indonesia. Peran motor
penggerak diharapkan dapat dilanjutkan oleh dunia usaha itu sendiri, sesuai
dengan jiwa penerapan Sistem Manajemen Lingkungan yang bersifat proaktif dan
sukarela.
Dengan perannya sebagai fasilitator dalam pengembangan ISO
14000 di Indonesia, Kementerian LH menyediakan media bagi semua pihak yang
berkepentingan untuk aktif dalam program pengembangan standar ISO 14000, yaitu
melalui Kelompok Kerja Nasional ISO 14000 (Pokjanas ISO 14000). Kelompok kerja
tersebut sampai saat ini masih aktif dalam melaksanakan diskusi-diskusi membahas
penerapan standar ISO 14000. Sekretariat Pokjanas ISO 14000 tersebut
difasilitasi oleh Kementerian LH cq. Asisten Deputi Urusan Standarisasi dan
Teknologi. Untuk menfasilitasi penerapan standar ISO 14001 di Indonesia dan
mempermudah penerapan dilapangan serta untuk menyamakan persepsi mengenai
pelaksanaannya, maka Kementerian LH bekerjasama dengan BSN telah melakukan
adopsi terhadap beberapa Standar Internasional ISO 14000 menjadi Standar
Nasional Indonesia (SNI). Standar yang telah diadopsi tersebut diantaranya :
1. Sistem Manajemen
Lingkungan-Spesifikasi dengan Panduan Penggunaan (SNI 19-14001-1997)
2. Sistem Manajemen Lingkungan-Pedoman
Umum Prinsip Sistem dan Teknik Pendukung (SNI 19-14004-1997)
3. Pedoman Audit Lingkungan-Prinsip
Umum (SNI 19-1410-1997)
4. Pedoman Untuk Pengauditan Lingkungan
- Prosedur Audit - Pengauditan Sistem Manajemen Lingkungan (SNI 19-14011-1997)
5. Pedoman Audit untuk Lingkungan –
Kriteria Kualifikasi untuk Auditor Lingkungan (SNI 19-14012-1997).
Standar ISO 14001 ternyata mendapat sambutan positif dari
kalangan industri di Indonesia. Sejak ditetapkannya ISO 14001 menjadi standar
internasional dan diadopsi menjadi SNI 19-14001-1997 sampai saat ini tercatat
lebih dari 248 (dua ratus empat puluh delapan[1]) sertifikat ISO 14001 untuk
berbagai unit organisasi perusahaan di Indonesia yang dengan sukarela
menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001. Kecenderungan peningkatan
penerapan Standar ISO 14001 dapat menjadi salah satu indikator peningkatan
kesadaran industri terhadap pengelolaan lingkungan. Faktor pendorong yang lain
adalah antisipasi industri terhadap potensi adanya persyaratan dagang dan
industri yang diwajibkan oleh “buyer” untuk menerapkan ISO 14001. Selain kedua
hal di atas, penerapan ISO 14001 juga di pacu oleh adanya program internal dari
beberapa “holding company” untuk menerapkan ISO 14001 pada anak perusahaannya.
Langganan:
Postingan (Atom)