Selasa, 12 Juni 2012

PENENTUAN SKENARIO ALOKASI SUMBERDAYA PERALATAN SEBAGAI USAHA PENINGKATAN KINERJA SISTEM MANUFAKTUR BERDASARKAN MODEL SIMULASI SISTEM DISKRIT BERBASIS KOMPUTER


1.                  Model Konseptual
Ada tiga konsep dasar yang harus dipahami dalam kaitannya dengan simulasi sistem, yaitu sistem, model dan simulasi itu sendiri. Pada umumnya literatur tentang model sepakat untuk mendefinisikan “model” sebagai suatu representasi atau format dalam bahasa tertentu dari suatu sisten nyata. Adapun sistem nyata adalah sistem yang sedang berlangsung dalam kehidupan, sistem yang dijadikan titik perhatian dan permasalahan. Model membantu memecahkan masalah sederhana ataupun kompleks dalam bidang manajemen dengan memperhatikan beberapa bagian atau beberapa ciri utama daripada memeprhatikan semua detail sistem nyata.
Model tidak mungkin berisikan semua aspek sistem nyata karena banyaknya karakteristik sistem nyata yang selalu berubah dan tidak semua faktor atau variabel relevan untuk dianalisis. Sistem didefinisikan sebagai suatu koleksi entiti, misal manusia atau mesin, yang bertindak dan berinteraksi bersama menuju penyelesaian dari beberapa logika akhir sedangkan simulasi digunakan untuk membantu penyelesaian persoalan dalam sistem yang sangat kompleks sehingga sangat sulit untuk diselesaikan secara matematik. Simulasi
merupakan alat analsis numeris terhadap model untuk melihat sejauh mana input mempengaruhi pengukuran output atas performasi sistem.
Pemahaman yang utama adalah bahwa simulasi bukan merupakan alat optimasi yang memberi suatu keputusan hasil namun hanya merupakan alat pendukung keputusan (decision support system) dengan demikian interpretasi hasil sangat tergantung kepada si pemodel. Aplikasi simulasi dapat dilakukan pada beberapa permasalahan sistem, diantaranya: Desain dan analisa sistem manufaktur, Evaluasi suatu senjata militer sistem baru atau taktik, Penetapan kebijakan pemesanan dan sistem persediaan, Desain sistem komunikasi, Desain dan operasi fasilitas transportasi, dan Analisa keuangan atau sistem ekonomi













2.                  Model Logika
            Terlihat bahwa sistem produksi dari produk Kopel kendaraan bermotor ini meruupakan rangkaian proses permesinan yang dilakukan oleh alat/mesin perkakas pada tiap prosesnya kecuali pada proses inspeksi-1 yang ditangani langsung oleh seorang pekerja. Mesin perkakas yang digunakan dalam sistem produksi tersebut adalah jenis bersifat manual (pada mesin Mill dan Gerinda) dan mesin perkakas yang sudah menggunakan sistem semi otomatis ( pada mesin bubut dan mesin bor). Namun, karena obyek sistem yang diamati merupakan system yang hanya memproduksi satu jenis produk saja maka mesin – mesin perkakas yang digunakan untuk memproduksi kopel hanya digunakan untuk memproduksi produk tersebut, sehingga hanya membutuhkan kegiatan Set-up sekali saja, yaitu pada saat awal berproduksi. Dan karena ketika proses loading dan unloading hanya pada produk yang sama, sehingga waktu loading dan unloading untuk setiap unit produknya tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Dalam pengamatan yang dilakukan yang dilakukan waktu proses diasumsikan merupakan gabungan dari waktu loading, waktu permesinan, dan waktu unloading. Sedangkan waktu set-up, karena hanya dilakukan pada saat awal kondisi inisial sistem, tidak akan disertakan. Asumsinya, ketika sistem produksi mulai dijalankan, seluruh mesin perkakas sudah terset-up untuk produk kopel ini, karena setiap mesin hanya akan menangani produk tersebut guna pemenuhan perminataan produk yang konstan.

3.                  Model Simulasi
Beberapa bagian model simulasi yang berupa istilah-istilah asing perlu dipahami oleh pemodel karena bagian-bagian ini sangat penting dalam menyusun suatu model simulasi.
a.       Entiti (enttity)
Kebanyakan simulasi melibatkan ‘pemain’ yang disebut entiti yang bergerak, merubah status, memepengaruhi dan dipengaruhi oleh entiti yang lain serta memperngaruhi hasil pengukuran kinerja sistem. Entiti merupakan obyek yang dinamis dan simulasi. Biasanya entity dibuat oleh pemodel atau secara otomatis diberikan oleh software simulasinya.
b.      Atribut (Attribut)
Setiap entiti memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakan antara satu dengan yang lainnya. Karakteristik yang dimiliki oleh setiap entity disebut dengan atribut. Atribut ini akan membawa nilai tertentu bagi setiap entiti. Satu hal yang perlu diingat bahwa nilai atribut mengikat entiti tertentu. Sebuah part (entiti) memiliki atribut (arrival, time, due date, priority, dan color) yang berbeda dengan part yang lain.
c.       Variabel (variabel)
Variabel merupakan potongan informasi yang mencerminkan karakteristik suatu sistem. Variabel berbeda dengan atribut karena dia tidak mengikat suatu entiti melainkan sistem secara keseluruhan sehingga semua entiti dapat mengandung variabel yang sama. Misalnya, panjang antrian, batch size, dan sebagainya.
d.      Sumber daya (Resource)
Entiti-entiti seringkali saling bersaing untuk mendapat pelayanan dari resource yang ditunjukkan oleh operator, peralatan, atau ruangan penyimpangan yang terbatas. Suatu resouce dapat grup atau pelayanan individu.


e.       Antian (Queue)
Ketika entiti tidak bergerak (diam) hal ini dimungkinkan karena resource menahan (size) suatu entiti sehingga entiti yang lain untuk menunggu. Jika resource telah kosong (melepas satu entiti) maka entiti yang lain bergerak kembali dan seterusnya demikian.
f.       Kejadian (Event)
Bagaimana sesuatu bekerja ketika simulasi dijalankan? Secara sederhana, semuanya bekerja karena dipicu oleh suatu kejadian. Kejadian adalah sesuatu yang terjadi pada waktu tertentu yang kemungkinan menyebabkan perubahan terhadap atribut atau variabel. Ada tiga kejadian umum dalam simulasi, yaitu Arrival (kedatangan), Operation (Proses), Departure (entiti meninggalkan sistem), dan The End (simulasi berhenti).
g.      Simulation Clock
Nilai sekarang dari waktu dalam simulasi yang dipengaruhi oleh variabel disebut sebagai simulation Clock. Ketika simulasi berjalan dan pada kejadian tertentu waktu dihentikan untuk melihat nilai saat itu maka nilai tersebut adalah nilai simulasi pada saat tersebut.
h.      Replikasi
Replikasi mempunyai pengertian bahwa setiap menjalankan dan menghentikan simulasi dengan cara yang sama dan menggunakan set parameter input yang sama pula (‘identical’ part), tapi menggunakan masukan bilangan random yang terpisah (‘independent’part) untuk membangkitkan waktu antar-kedatangan dan pelayanan (hasil-hasil simulasi). Sedangkan panjang waktu simulasi yang diinginkan untuk setiap replikasi disebut length of replication.

4.                  Analisis Simulasi
Dalam melakukan proses analisis output hasil simulasi, harus ditentukan terlebih dahulu metode yang tepat untuk menganalisisnya. Sebuah pilihan pendekatan, untuk menentukan metode analisis yang tepat dari suatu model simulasi adalah dengan menilai tipe simulasi yang ada. Berkenaan dengan metose analisis, maka simulasi dibedakan menjadi dua jenis yaitu “Terminating Simulation” dan “Non-Terminating Simulation” [6]. Perbedaan antara kedua tipe tersebut adalah ketergantungannya pada kejelasan untuk menghentikan proses simulasi.
Simulasi yang merepresentasikan sebuab mekanisme kejadian yang memiliki “initial condition” dapat dikatakan sebagai sebuah simulasi yang bertipe “terminating”. Kondisi inisial dapat dipahami sebagai sebuah kondisi dimana keadaan sistem akan di “Set-up” seperti keadaan semula setiap akan melakukan simulasi Selain dari karakteristik tersebut diatas, maka dua hal yang biasanya menjadi perhatian dalam mengamati sebuah sistem selain cirri “terminating” dan “non-terminating” adalah fase perubahannya yaitu fase “Transient” dan fase “Steady-State” . Selain dari karakteristik tersebut diatas, maka dua hal yang biasanya menjadi perhatian dalam mengamati sebuah sistem selain cirri “terminating” dan “non-terminating” adalah fase perubahannya yaitu fase “Transient” dan fase “Steady-State” .Menurut Hoover [3], dalam menganalisis hasil simulasi perlu membedakan pengambilan data antara sistem yang masih berada dalam fase “Transient” dan fase “Steady- State”. Perbedaan antara ‘Transient” dan “Steady-State” dalam karakteristik sistem kadang sulit dipahami dan membingungkan dengan pembedaan simulasi “Terminating” dan “non-Terminating”. Akan tetapi pada kenyataannya sebagian besar sistem, “terminating” dan “nonterminating” memiliki kondisi dalam fase “Steady-State”.




Dari kedua karakteristik diatas, maka sistem produksi yang diamati oleh penulis memiliki karakteristik yang sesuai dengan sistem nonterminating dimana proses yang terjadi pada suatu sistem tidak dibatasi oleh waktu, artinya bahwa sistem produksi hanya memerlukan satu kali kondisi inisial pada saat dimulai dan tidak memerlukan re-inisialisasi kembali seperti halnya yang berlaku pada sistem antrian sebuah bank yang akan selalu berada dalam kondisi inisial setiap pagi hari. Untuk menganalisis output hasil simulasi sistem nyata dalam makalah ini, penulis memilih metode analsis Pengelompokkan Nilai Rata-Rata atau Batching Mean Methods . Pertimbangan penulis memilih metode ini adalah karena metode Batching Mean Method lebih cocok dan dapat menghilangkan kecenderungan bias yang dimiliki oleh metode-metode lain seperti metode replikasi, Metode Sequential Batch ataupun Metode Regenerasi sistem. Dua masalah yang merupakan kelemahan metode replikasi adalah biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk komputasi pengulangan simulasi terutama pada system yang kompleks serta penentuan rentang waktu selama simulasi berada pada fase transient. Metode Pengelompokkan nilai Rata-rata berusaha mengurangi hal tersebut, tetapi tidak menghilangkan kedua masalah tersebut. Dalam metode ini kita tidak melakukan simulasi dalam jumlah replikasi yang banyak, melainkan hanya perlu satu replikasi dengan rentang waktu simulasi yang panjang dan secara periodik me-“reset” ukuran statistik yang dihasilkan dengan cara mengelompokkan dalam suatu rentang waktu tertentu. Dalam proses me-“reset” ukuran-ukuran statistik yang dihasilkan biasanya didasarkan pada unit waktu tertentu atau jumlah kejadian definitif yang ada seperti jumlah antrian. Artinya sebagai contoh kita dapat menggunakan dasar waktu simulasi sebagai satuan pengelompokkan ataupun jumlah kejadian sebagai dasar pengelompokkan atau pembentukan “batch”. Dalam menentukan “batch” antara proses “reset” ukuran statistik, maka setiap interval “batch” tersebut harus memiliki interval waktu yang cukup dan dalam setiap pengambilan ukuran statistik dari masing-masing interval harus diusahakan sebagai proses yang independen dan sampel harus random. Oleh karena itu sebelum diadakan pengambilan ukuran statistik dari masing – masing interval sampel, harus terlebih dahulu di yakinkan bahwa masing-masing sampel independen dan random. Alat uji yang digunakan adalah “Runs Test” dan Uji Tanda/”Sign Test”. Langkah pertama dalam prosedur analisis yang menggunakan metode batch mean adalah mengestimasikan Panjang waktu simulasi minimal yang diperbolehkan sebelum diadakan pengambilan data statistik dari hasil simulasi. Waktu minimal tersebut ditandai pada saat sistem mulai berpindah dari fase Transient ke fase Steady-State. Untuk mengestimasi kapan sistem memasuki fase Steady State, maka akan digunakan metode grafis untuk menunjukkan perubahan keadaan sistem yang diamati. Parameter yang akan digunakan adalah output rata-rata per jam. Artinya, Sistem diasumsikan akan memasuki fase Steady-State saat parameternya, yaitu output rata-rata/jam tidak mengalami perubahan yang berarti. Sebagai langkah pertama sistem akan disimulasikan selama 24 jam sebanyak 15 replikasi dan akan dilakukan pencacatan perkembangan jumlah output secara kumulatif setiap jam. Dari Simulasi yang dilakukan, maka didapat hasil sebagai berikut dibawah ini :
Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa parameter output ratarata/jam mulai dari jam ke-16 simulasi dijalankan akan mengalami keadaan yang relatif konstan, yang pada akhirnya akan konstan pada angka 7.22 unit/jam. Hal tersebut mengindikasikan, bahwa dari 15 kali replikasi yang dilakukan, maka pada jam ke-16 model sistem akan memasuki fase Steady State dimana probabilitas perubahan keadaannya relatif stabil. Untuk itu penulis menentukan bahwa simulasi akan dijalankan selama 80 jam kerja atau untuk 2 minggu periode produksi. Hal tersebut didasarkan bahwa selama waktu tersebut kemungkinan besar sistem telah berada dalam kondisi Steady State. Untuk ukuran batch ditentukan 4 jam. Tabel 5. dibawah menunjukkan ringkasan hasil analisis model simulasi menggunakan metode Bacth Mean Dengan cara yang sama maka untuk variabel-variabel lain selain tingkat output ratarata/ jam dapat di tampilkan nilai hasil simulasi yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini :

Perkembangan Program SML ISO 14001 di Indonesia


Seiring dengan perumusan Standar Internasional ISO seri 14000 untuk bidang manajemen lingkungan sejak 1993, maka Indonesia sebagai salah satu negara yang aktif mengikuti perkembangan ISO seri 14000 telah melakukan antisipasi terhadap diberlakukannya standar tersebut. Dalam mengantisipasi diberlakukannya standar ISO seri 14000, Indonesia sudah aktif memberikan tanggapan terhadap draf standar ISO sebelum ditetapkan menjadi Standar Internasional. Hal ini dilakukan dengan pembentukan Kelompok Kerja Nasional ISO 14000 oleh Bapedal pada tahun 1995 untuk membahas draf standar ISO tersebut sejak tahun 1995. Anggota Kelompok Kerja tersebut berasal dari berbagai kalangan, baik Pemerintah, Swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, maupun pakar pengelolaan lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup (Bapedal pada waktu itu) dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) bekerjasama dengan Kelompok Kerja Nasional ISO 14000 dan berbagai stakeholders sejak tahun 1995 mengkaji, menyebarkan informasi, dan melakukan serangkaian kegiatan penelitian dan pengembangan penerapan Sistem Manajemen Lingkungan. Berdasarkan hasil pembahasan dengan “stakeholders” di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup menyadari potensi penerapan Sistem Manajemen Lingkungan bagi peningkatan kualitas pengelolaan lingkungan, peningkatan peran aktif pihak swasta dan promosi penerapan perangkat pengelolaan lingkungan secara proaktif dan sukarela di Indonesia.
Pada tahun 1996-1998, serangkaian seminar, lokakarya, penelitian dan proyek percontohan Sistem Manajemen Lingkungan telah diprakarsai oleh Kementerian Lingkungan Hidup, bekerjasama dengan BSN dan berbagai pihak. Rangkaian kegiatan tersebut dimaksudkan untuk menjadi investasi awal bagi penerapan ISO 14001 di Indonesia dalam menumbuhkan sisi “demand” maupun “supply” menuju mekanisme pasar yang wajar. Setelah itu, muncullah beberapa penyelenggara pelatihan, jasa konsultasi, jasa sertifikasi dan perusahaan-perusahaan yang menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan. Seiring dengan tumbuhnya populasi para pemain dalam pasar penerapan ISO 14001 di Indonesia, Kementerian LH selanjutnya lebih menfokuskan diri pada peran fasilitator dan pembina kepada semua pihak dalam penerapan ISO 14001 di Indonesia. Peran motor penggerak diharapkan dapat dilanjutkan oleh dunia usaha itu sendiri, sesuai dengan jiwa penerapan Sistem Manajemen Lingkungan yang bersifat proaktif dan sukarela.
Dengan perannya sebagai fasilitator dalam pengembangan ISO 14000 di Indonesia, Kementerian LH menyediakan media bagi semua pihak yang berkepentingan untuk aktif dalam program pengembangan standar ISO 14000, yaitu melalui Kelompok Kerja Nasional ISO 14000 (Pokjanas ISO 14000). Kelompok kerja tersebut sampai saat ini masih aktif dalam melaksanakan diskusi-diskusi membahas penerapan standar ISO 14000. Sekretariat Pokjanas ISO 14000 tersebut difasilitasi oleh Kementerian LH cq. Asisten Deputi Urusan Standarisasi dan Teknologi. Untuk menfasilitasi penerapan standar ISO 14001 di Indonesia dan mempermudah penerapan dilapangan serta untuk menyamakan persepsi mengenai pelaksanaannya, maka Kementerian LH bekerjasama dengan BSN telah melakukan adopsi terhadap beberapa Standar Internasional ISO 14000 menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar yang telah diadopsi tersebut diantaranya :
1.      Sistem Manajemen Lingkungan-Spesifikasi dengan Panduan Penggunaan (SNI 19-14001-1997)
2.      Sistem Manajemen Lingkungan-Pedoman Umum Prinsip Sistem dan Teknik Pendukung (SNI 19-14004-1997)
3.      Pedoman Audit Lingkungan-Prinsip Umum (SNI 19-1410-1997)
4.      Pedoman Untuk Pengauditan Lingkungan - Prosedur Audit - Pengauditan Sistem Manajemen Lingkungan (SNI 19-14011-1997)
5.      Pedoman Audit untuk Lingkungan – Kriteria Kualifikasi untuk Auditor Lingkungan (SNI 19-14012-1997).
Standar ISO 14001 ternyata mendapat sambutan positif dari kalangan industri di Indonesia. Sejak ditetapkannya ISO 14001 menjadi standar internasional dan diadopsi menjadi SNI 19-14001-1997 sampai saat ini tercatat lebih dari 248 (dua ratus empat puluh delapan[1]) sertifikat ISO 14001 untuk berbagai unit organisasi perusahaan di Indonesia yang dengan sukarela menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001. Kecenderungan peningkatan penerapan Standar ISO 14001 dapat menjadi salah satu indikator peningkatan kesadaran industri terhadap pengelolaan lingkungan. Faktor pendorong yang lain adalah antisipasi industri terhadap potensi adanya persyaratan dagang dan industri yang diwajibkan oleh “buyer” untuk menerapkan ISO 14001. Selain kedua hal di atas, penerapan ISO 14001 juga di pacu oleh adanya program internal dari beberapa “holding company” untuk menerapkan ISO 14001 pada anak perusahaannya.

Senin, 11 Juni 2012

Tugas Hak Paten


Pada pertemuan sebelumnya, mengenai Hak Paten :
Mengenai hak Yahoo merasa dirugikan karena Facebook menggunakan paten teknologi Yahoo yang telah didaftarkan di Amerika Serikat (AS). Mengenai kasus seperti ini hal yang kurang adalah penerapannya, karena jelas bahwa hak paten tersebut telah tertulis dalam undang-undang yang berlaku. Jadi buat hak paten d Indonesia pun perlu di sosialisasi lebih lagi agar setiap inventor dapat terlindungi dan tidak terjadi pelanggaran.

Tugas Hak Merek


Pada Pertemuan tentang Hak Merek, dibahas beberapa kasus :
Mengenai masalah yang dimunculkan adalah kesamaan dalam pemakaian merek produk, dan kasus ini pun sebenarnya sudah sering terjadi sampai saat ini, hal ini disebabkan karena kurang kontrol dari pihak pemerintah dalam menerapkan aturan semestinya, begitupun setiap perusahan agar lebih memperhatikan karena seperti kasus yang dibahas yaitu nama suatu merek yang mirp hanya berbeda 1 huruf. Sebenarnya hal ini sudah banyak terjadi, perbedaan satu huruf saja bisa berbeda makna dan arti